Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KISAH Guru Honorer Usia 55 tahun asal Sukabumi

Kisah inspiratif guru honorer yang mengabdi selama 33 tahun tanpa kenal lelah, demi mencerdaskan generasi bangsa meski hidup penuh keterbatasan.

KISAH Guru Honorer Usia 55 tahun asal Sukabumi

Pendahuluan
Tidak semua pahlawan memakai seragam militer. Sebagian memilih berdiri di depan kelas, menggenggam kapur, dan menanamkan ilmu tanpa lelah. Salah satunya adalah seorang guru honorer yang telah mengabdi selama 33 tahun di sebuah sekolah dasar di pelosok Indonesia. Meski gajinya jauh dari kata cukup, semangatnya untuk mencerdaskan anak bangsa tak pernah padam.

Awal Perjalanan
Tahun 1992 menjadi titik awal perjuangannya. Saat itu, ia baru lulus sekolah keguruan dan langsung diterima sebagai guru honorer. Tidak ada fasilitas memadai, ruang kelas seadanya, bahkan papan tulis pun mulai lapuk. Namun, dengan hati yang tulus, ia tetap mengajar setiap hari.

"Saya tidak pernah berpikir soal gaji, yang penting anak-anak bisa membaca, menulis, dan punya masa depan," ujarnya.

Tantangan yang Dihadapi
Selama 33 tahun mengabdi, berbagai tantangan ia lalui:

Gaji yang minim, hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari paling dasar.

Jarak rumah ke sekolah yang harus ditempuh sejauh belasan kilometer setiap hari.

Fasilitas sekolah terbatas, membuatnya harus kreatif menciptakan media pembelajaran sendiri.

Status kepegawaian yang belum jelas meski sudah puluhan tahun mengajar.

Mengajar dengan Hati
Baginya, menjadi guru adalah panggilan jiwa. Setiap pagi ia datang lebih awal untuk menyiapkan kelas. Ia mengenal semua murid, bukan hanya dari nama, tetapi juga latar belakang keluarga mereka. Ia tahu siapa yang membutuhkan bantuan buku, seragam, bahkan makanan.

Meski tidak pernah menerima sertifikasi atau tunjangan layak, ia menganggap kebahagiaan murid-muridnya adalah bayaran terbaik.

Penghargaan dari Masyarakat
Warga desa sangat menghormatinya. Banyak mantan murid yang kini sukses menjadi pegawai negeri, pengusaha, atau guru, mengakui bahwa keberhasilan mereka tidak lepas dari bimbingan sang guru honorer ini. Beberapa di antaranya bahkan membantu merenovasi rumah dan memberikan dukungan finansial sebagai bentuk terima kasih.

Harapan di Masa Depan
Meski sudah memasuki usia pensiun, ia masih berharap bisa melihat perubahan kebijakan yang memberikan pengangkatan PNS atau PPPK bagi guru honorer yang telah puluhan tahun mengabdi. Harapan itu bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk ribuan guru honorer lain yang bernasib sama.



Saryono, pria 55 tahun asal Sukabumi, Jawa Barat, jadi sorotan publik setelah kisahnya sebagai guru honorer viral. Ia sudah mengabdi selama 33 tahun di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tegalpanjang, Desa Sidamulya, Kecamatan Ciemas.


Setiap hari, Saryono menempuh perjalanan jauh ke sekolah, melintasi medan berat tanpa keluhan. Namun yang membuat banyak orang terenyuh: gaji yang ia terima hanya Rp350 ribu per tiga bulan, tergantung dana BOS.


Meski kecil, Saryono tetap semangat mengajar. Ia menyebut ini sebagai bentuk pengabdian kepada ilmu dan anak-anak desa. “Saya sudah terbiasa hidup sederhana. Yang penting bisa terus mengajar,” ujarnya dalam wawancara dengan Kompas TV.


Ia juga masih berharap suatu hari bisa diangkat sebagai ASN. Selama puluhan tahun, ia terus mendaftar seleksi PPPK, namun belum pernah lolos. Meski begitu, semangatnya tak pernah padam.


Kisahnya memicu reaksi luas dari netizen dan media nasional. Banyak yang berharap pemerintah segera memberi perhatian dan penghargaan layak atas dedikasinya.

Penutup
Kisah guru honorer yang mengabdi selama 33 tahun ini adalah potret nyata dedikasi tanpa pamrih. Ia mengajarkan bahwa mengabdi bukan soal materi, tetapi tentang komitmen untuk mencerdaskan bangsa. Semoga kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk lebih menghargai jasa para guru, khususnya mereka yang bekerja di tengah keterbatasan